·
Pemerintahan Republik Indonesia berhubungan dengan warga Negara
Indonesia dalam
Otonomi setiap Daerah.
Daerah khusus
Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi
atas daerah-daerah provinsi. Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Yang dimaksud
satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang
diberikan otonomi khusus. Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini
adalah
UU Khusus
Daerah-daerah
yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan
Undang-Undang Pemerintahan Daerah diberlakukan pula ketentuan khusus yang
diatur dalam undang-undang lain.
1.
Bagi Provinsi DKI Jakarta
diberlakukan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
2.
Bagi Aceh diberlakukan UU Nomor
44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa
Aceh danUU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; dan
3.
Bagi Provinsi Papua dan Papua Barat diberlakukan UU
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Aceh
Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh
seorang Gubernur.
Pengakuan
Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN
4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum
of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang
ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk
rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta
politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang menjadi isi UU
Pemerintahan Aceh ini antara lain:
1.
Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan
daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan
kewenangan masing-masing.
2.
Tatanan otonomi seluas-luasnya yang
diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem
dalam sistem pemerintahan secara nasional.
3.
Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun
Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam UU Pemerintahan Aceh merupakan
wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan
pemerintahan tersebut.
4.
Pengaturan perimbangan keuangan pusat
dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber
pendanaan yang ada.
5.
Implementasi formal penegakan
syari’at Islam dengan asas personalitas ke-Islaman terhadap setiap
orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan
status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh.
Pengakuan sifat
istimewa dan khusus oleh Negara kepada Aceh sebenarnya telah melalui perjalanan
waktu yang panjang. Tercatat setidaknya ada tiga peraturan penting yang pernah
diberlakukan bagi keistimewaan dan kekhususan Aceh yaitu Keputusan Perdana
Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi
Aceh, UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh, dan UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh
sebagai Provinsi Aceh. Dengan dikeluarkannya UU Pemerintahan Aceh, diharapkan
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di Aceh untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan
di Aceh.
Jakarta
Sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur
dengan undang-undang. Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-hak
khusus dan istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta) sebagai satuan pemerintahan yang
bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai
daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung
penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu,
perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007
No. 93; TLN 4744). UU ini mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu
kota Negara. Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya
tetap terikat pada peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
Beberapa hal
yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta antara lain:
1.
Provinsi DKI Jakarta berkedudukan
sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Provinsi DKI Jakarta adalah daerah
khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
3.
Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai
Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas,
hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan
lembaga internasional.
4.
Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi
dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
5.
Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125%
(seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah
penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
6.
Gubernur dapat menghadiri sidang
kabinet yang menyangkut kepentingan Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam
acara kenegaraan.
7.
Dana dalam rangka pelaksanaan
kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara ditetapkan bersama
antara Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta.
Papua dan Papua
Barat
Provinsi Papua adalah
Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan khusus yang diakui
dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran
dari Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar
masyarakat Papua. Otonomi ini diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135 TLN No 4151).Hal-hal
mendasar yang menjadi isi Undang-undang ini adalah:
·
Pertama, pengaturan
kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan
kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan;
·
Kedua, pengakuan
dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara
strategis dan mendasar; dan
·
Ketiga, mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:
1.
partisipasi rakyat sebesar-besarnya
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan
serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan
kaum perempuan;
2.
pelaksanaan pembangunan yang diarahkan
sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada
khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada
prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan
dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
3.
penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
·
Keempat, pembagian
wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai
representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.
Pemberian
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan,
penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan
ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka
kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. Otonomi khusus
melalui UU 21/2001 menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya
sebagai subjek utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun
ras Melanesia yang
terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan
diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk
Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan
bertempat tinggal di Provinsi Papua.
Keberadaan
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, serta perangkat di
bawahnya, semua diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan pemberdayaan
rakyat. Undang-undang ini juga mengandung semangat penyelesaian masalah dan
rekonsiliasi, antara lain dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Pembentukan komisi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
yang terjadi di masa lalu dengan tujuan memantapkan persatuan dan kesatuan
nasional Indonesia di Provinsi Papua.
Sumber
·
UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia
·
UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh
·
UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh
·
UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Papua
V
Otonomi
khusus Papua
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran
Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No.
4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus. Untuk
materi lengkap bisa dilihat di dalam UU 21/2001. Selain hal-hal yang diatur
secara khusus dalam UU ini, Provinsi Papua masih tetap menggunakan UU tentang
Pemerintahan Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia.
Latar Belakang
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Keputusan politik penyatuan Papua (semula disebut Irian Barat kemudian berganti menjadi Irian Jaya) menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung cita-cita
luhur. Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan,
belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum
sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya
menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya
masyarakat Papua.
Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang
bagi timbulnya pemikiran dan kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan besar bangsa Indonesia dalam menata kehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 1999 dan 2000menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian
Jaya. Hal ini merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun
kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis
untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu
dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua.
Provinsi Papua
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang
kemudian menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan
khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk
provinsi-provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak
dasar masyarakat Papua.
Provinsi Papua sebagai bagian dari NKRI
menggunakan Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara dan Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan. Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai
panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam
bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol
kedaulatan.
Wilayah Papua.
Provinsi Papua terdiri atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-masing sebagai Daerah Otonom. Daerah
Kabupaten/Kota terdiri atas sejumlah Distrik. Distrik(dahulu
dikenal dengan Kecamatan) adalah wilayah kerja Kepala Distrik sebagai perangkat
daerah Kabupaten/Kota; Distrik terdiri atas sejumlah kampung atau yang disebut dengan nama lain.
Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam
sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten/Kota.
Di dalam Provinsi Papua dapat ditetapkan kawasan
untuk kepentingan khusus yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atas
usul Provinsi. Pemekaran Provinsi Papua menjadi Provinsi-provinsi yang baru
dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan
sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan
kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.
Pemerintahan
Pemerintahan Daerah Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sebagai badan legislatif, dan Pemerintah
Provinsi sebagai badan eksekutif. Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus
di Provinsi Papua dibentuk Majelis
Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural orang
asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak
orang asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan
budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Legislatif
Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan
oleh DPRP. Jumlah anggota DPRP adalah 1 1/4 (satu seperempat) kali dari jumlah
anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Sebagai contoh mudah, jika jatah anggota DPRD Provinsi
Papua menurut UU Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah 100 kursi maka jumlah
kursi DPRP adalah 125 kursi.
Eksekutif
Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang
Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang disebut Gubernur. Gubernur dibantu
oleh Wakil Kepala Daerah yang disebut Wakil Gubernur. Tata cara pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan dengan Perdasus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Berbeda dengan Provinsi-provinsi lain di Indonesia, yang
dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua memerlukan syarat
khusus, diantaranya adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan
syarat-syarat:
·
orang
asli Papua;
·
setia
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi
Papua;
·
tidak
pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali dipenjara karena
alasan-alasan politik; dan
·
tidak
sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik.
Peradilan
Kekuasaan kehakiman di Provinsi Papua dilaksanakan
oleh Badan Peradilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di samping
kekuasaan kehakiman tersebut, diakui adanya peradilan adat di dalam masyarakat
hukum adat tertentu. Peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan
masyarakat hukum adat, yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili
sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum
adat yang bersangkutan. Pengadilan adat disusun menurut ketentuan hukum adat
masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Pengadilan adat memeriksa dan mengadili sengketa
perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum adat masyarakat hukum adat
yang bersangkutan. Pengadilan adat tidak berwenang memeriksa dan mengadili
sengketa perdata dan perkara pidana yang salah satu pihak yang bersengketa atau
pelaku pidana bukan warga masyarakat hukum adatnya.
Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis
yang hidup dalam masyarakat hukum adat, mengatur, mengikat dan dipertahankan,
serta mempunyai sanksi. Masyarakat Hukum Adat adalah warga masyarakat asli
Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta
tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara
para anggotanya.
Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan
hukuman pidana penjara atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik
pidana yang perkaranya tidak dimintakan pemeriksaan ulang oleh pengadilan
tingkat pertama, menjadi putusan akhir dan berkekuatan hukum tetap.
Adat Papua dan Perlindungannya
Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan
dilembagakan, serta dipertahankan oleh masyarakat adat setempat secara
turun-temurun. Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati,
melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Masyarakat adat adalah
warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk
kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para
anggotanya.
Hak-hak masyarakat adat tersebut meliputi hak
ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum
adat yang bersangkutan. Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh
masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan
lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah,
hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk
keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan
warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah
yang diperlukan maupun imbalannya.
Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan
diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah
Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya. Dalam hal mendapatkan
pekerjaan di bidang peradilan, orang asli Papua berhak memperoleh keutamaan
untuk diangkat menjadi Hakim atau Jaksa di Provinsi Papua. Orang asli Papua
adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di
Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua
oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang
menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi
Papua
Hak Asasi dan Rekonsiliasi
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan penduduk
Provinsi Papua wajib menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati Hak
Asasi Manusia di Provinsi Papua. Untuk hal itu Pemerintah membentuk perwakilan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Provinsi Papua. Untuk menegakkan Hak
Asasi Manusia kaum perempuan, Pemerintah Provinsi berkewajiban membina, melindungi
hak-hak dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan melakukan semua
upaya untuk memposisikannya sebagai mitra sejajar kaum laki-laki.
Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan
bangsa di Provinsi Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Tugas
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi adalah melakukan klarifikasi sejarah Papua
untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi.
Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan
Setiap penduduk Provinsi Papua memiliki hak dan
kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing. Pemerintah
Provinsi Papua berkewajiban untuk menjamin:
·
kebebasan,
membina kerukunan, dan melindungi semua umat beragama untuk menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
·
menghormati
nilai-nilai agama yang dianut oleh umat beragama;
·
mengakui
otonomi lembaga keagamaan; dan
·
memberikan
dukungan kepada setiap lembaga keagamaan secara proporsional berdasarkan jumlah
umat dan tidak bersifat mengikat.
Pemerintah mendelegasikan sebagian kewenangan
perizinan penempatan tenaga asing bidang keagamaan di Provinsi Papua kepada
Gubernur Provinsi Papua.
Pemerintah Provinsi bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di
Provinsi Papua. Pemerintah Provinsi wajib melindungi, membina, dan
mengembangkan kebudayaan asli Papua. Pemerintah Provinsi berkewajiban membina,
mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna
mempertahankan dan memantapkan jati diri orang Papua. Selain bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa kedua di semua
jenjang pendidikan. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di
jenjang pendidikan dasar sesuai kebutuhan.
Lingkungan
Hidup
Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban melakukan
pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan penataan ruang,
melindungi sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya
buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan
keanekaragaman hayati serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak
masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar